ODHA
(Orang Dengn HIV/AIDS) adalah istilah buat orang-orang yang positif terkena AIDS.
AIDS dianggap sebagai penyakit yang berbahaya, karena
sampai saat ini belum ditemukan obat yang dapat menyembuhkan.
Pemahaman kebanyakan orang masih keliru tentang HIV & AIDS. Masalah
HIV & AIDS dianggap hanya masalah bagi mereka yang mempunyai perilaku seks
yang menyimpang. HIV & AIDS seringkali dikaitkan dengan masalah mereka yang
dinilai tidak bermoral, pendosa dan sebagainya. Situasi seperti ini justru
hanya memperburuk dan memperparah keadaan karena persoalan HIV yang tidak
sesederhana itu.
Sadar
atau tidak, begitu banyak orang diluar sana (termasuk saya dulu) sering memberi
stigma negatif kepada ODHA. Stigma yang muncul dari masyarakat di dasari atas
dasar mereka adalah pengidap HIV/AIDS dan berpikiran bahwa apa yang mereka
dapat sekarang adalah hasil dari gaya hidup mereka terdahulu. Terlalu banyak
diantara kita beranggapan bahwa ODHA memang pada dasarnya adalah mereka yang
sering bergonta-ganti pasangan seks, pengguna narkoba, dan segala perbuatan
negatif sudah tertanam kepada mereka. Intinya adalah mereka memang bukan orang
yang baik. Dan sadar atau tidak ini adalah salah bentuk diskriminasi yang kita
lakukan kepada teman-teman ODHA. Namun sepertinya pemikiran picik semacam itu
harus segera kita buang jauh-jauh sejak dini.
Sedikit
ingin berbagi pengalaman, waktu itu saya dan beberapa teman membuat acara
berbagi bersama ODHA. Sebenarnya, ide dari kegiatan ini berawal dari salah satu
dosen kami. Acara ini sebenarnya terselenggara tidak begitu mudah. Kenapa?
Karena pada dasarnya sangat sulit untuk teman-teman ODHA mau berbaur bersama
kami, berbagi kisah mereka, bahkan tidur dan makan bersama pula. Bukan hal yang
gampang pula mengajak ODHA menjadi bagian dari kegiatan kami. Kita sadar bahwa
orang-orang yang dengan positif HIV/AIDS, mempunyai privasi sendiri dan memang
sudah menjadi hak mereka untuk menutupi identitas statusnya sebagai ODHA di
kalangan masyarakat luas. Namun dengan usaha yang keras pada akhirnya beberapa
sahabat ODHA mau berpartisipasi berbagi kisahnya bersama kami.
Dulu teringat
jelas bagaimana respon kami untuk pertama kalinya bertemu dengan
sahabat-sahabat ODHA. Saat mereka baru saja turun dari mobil, kami seolah
penasaran dengan sosok ODHA seperti apa. Bukan niat untuk menyambut dengan
baik, tetapi lebih ke rasa penasaran kami terhadapnya, tersenyum tetapi
terlihat bagaimana sebenarnya senyum yang seperti dipaksa, mau menyapa tetapi
mulut seperti terasa kaku, dan menatap seakan mereka adalah orang yang baru
saja keluar dari penjara bahkan untuk bersalamanpun enggan.
Sungguh sangat
menyedihkan memang, stigma negatif kepada sahabat ODHA dijaman sekarang memang
masih melekat di masyarakat. Secara sepintas
kita tidak dapat membedakan antara seseorang yang memiliki status HIV positif
dengan orang yang tidak terinfeksi. Perbedaan antara ODHA dan orang yang tidak
terinfeksi yaitu ODHA memiliki virus yang melemahkan sistem kekebalan
tubuhnya. Karena pada dasarnya status HIV positif seseorang hanya bisa
dibuktikan dengan tes darah dan itu pun dilakukan dengan VCT (Voluntary
Counseling and Testing), yaitu tes secara sukarela. Selain itu kita hanya
bisa tahu jika ODHA membuka status HIV positif-nya kepada kita dan kita
mempunyai kewajiban untuk menjaga konfidensialitas (kerahasiaan) ODHA tersebut.
“Ini
ada apa yah ngumpul-ngumpul di sini? Mau lihat artis?” teringat jelas kalimat
itu dilontarkan oleh salah satu ODHA yang baru saja turun dari mobil dengan
nada sedikit menyindir namun tetap santai. Tidak ada yang salah dari kalimat
itu, tetapi bukankah itu satu statement yang menandakan bahwa kehadiran mereka
benar-benar di tunggu? Ditunggu tetapi
pada dasarnya dengan cara yang salah. Sadar atau tidak, cara-cara
seperti itu secara tidak langsung membuat sahabat-sahabat ODHA terdiskriminasi.
"Seolah-olah ODHA itu harus dijauhi, ODHA itu harus bergaul sesamanya saja, ODHA itu tidak bisa berbuat apa-apa buat negara, ODHA itu menyusahkan, dan masih
banyak anggapan-anggapan buruk lainnya yang harus kita benahi kembali"
Sudah
bukan menjadi rahasia umum lagi, begitu banyak diantara kita seperti sudah
tersugesti jelek terhadap ODHA. Seperti muncul
mitos yang salah di masyarakat bahwa berhubungan sosial dengan penderita HIV
& AIDS akan membuat kita tertular, seperti bersalaman, menggunakan WC yang
sama, tinggal serumah, atau menggunakan sprei yang sama dengan penderita HIV
& AIDS. Dan dua hari bersama mereka, opini-opini seperti itu kami
coba hilangkan. Kami berbagi tawa, menikmati makan bersama, bermain, dan tidak
ada rasa sungkan lagi untuk bersalaman.
Senang,
satu ekspresi luar biasa karena mereka mau berbagi kisah dan ilmu bersama kami.
Berbagi tentang bagaimana mereka mampu menghadapi kehidupan yang sering
mendapat stigma negatif dan hujatan dari masyarakat. Sedih sekali mendengar
kisah-kisah yang mereka bagi. Bagaimana tidak, kisah-kisah mereka membuka
pikiran saya akan opini-opini negatif selama ini.
Sadarkah
kita bahwa sebenarnya tidak semua orang yang positif HIV/AIDS terjadi karena
ulah negatif dari perbuatan mereka sendiri? Tentu saja TIDAK! karena sebagian
dari mereka mungkin hanyalah “korban”.
Teringat jelas bagaimana salah satu sahabat ODHA mau berbagi kisahnya hingga dinyatakan
terinfeksi HIV/AIDS. Semua berawal dari persahabatan, dia menceritakan bahwa
dia mempunyai sahabat yang sering bersamanya. Hangout bareng, sekolah bareng, nongkrong
bersama dan masih banyak kegiatan lain yang sering dilalui bersama. Suatu hari
hal yang tidak diinginkan terjadi, sahabatnya mendapat kecelakaan lalu lintas
dan menyebabkan terjadi beberapa luka di sekujur tubuhnya. Hal itu membuatnya panik,
entah sama siapa lagi dia harus meminta bantuan, tak ada keluarga satupun yang
ada pada saat itu. Akhirnya dia memutuskan membawa dan menemani ke Rumah Sakit dan
segera dimasukkan ke UGD. Di dalam UGD dengan sabar dan ikhlas dia menunggu.
Bahkan tak kuasa menahan sedih melihat sang sahabat dipenuhi beberapa luka dan
darah yang keluar di sekujur tubuh.
Akhirnya, karena rasa iba itulah dia
membantu sang sahabat membersihkan luka yang dipenuhi darah dari beberapa
bagian tubuhnya. Tak pernah ada yang tahu sama sekali, jika kebaikan yang
dilakukan itu adalah menjadi awal musibah buat dirinya sendiri. Bagaimana
tidak, tanpa sepengetahuannya ternyata sang sahabatnya adalah orang yang terinfeksi
HIV/AIDS. Dan berawal dari mencoba membantu itulah, akhirnya dia tertular
melalui darah pada saat dia membantu membersihkan tubuh sahabatnya yang baru
saja kecelakaan. Dia baru menyadari semua kejadian ini setelah melakukan tes
HIV/AIDS dan dinyatakan telah terinfeksi HIV/AIDS. Marah ? Tentu saja! Sedih
apalagi. Kejadian ini jelas tak pernah ada di benaknya sekalipun. Bagaimana
mungkin kebaikan yang telah dilakukannya waktu itu malah menjadi musibah
terbesar buatnya. Tak pernah menyangka sama sekali kebaikan malah dibalas
seperti ini. Tentu tak ada yang mampu menerima kejadian seperti ini. Butuh
bertahun-tahun untuk bisa mengikhlaskan semuanya, belum lagi akhirnya bagaimana
dia mendapat diskriminasi saat beberapa orang mengetahui bahwa dia telah
terinfeksi HIV/AIDS.
Mungkin ini bisa menjadi contoh kecil buat kita semua,
bahwa ODHA juga adalah manusia. ODHA
masih tetap mempunyai hak dalam kehidupannya. Hak-untuk menikmati privasi
hidupnya tanpa ada gangguan dari manapun juga, menikah atau berumah tangga,
memperoleh pekerjaan sesuai keterampilannya, memperoleh kesempatan pendidikan,
memperoleh pelayanan kesehatan di rumah sakit, menggunakan fasilitas umum,
proses penguburan/pemakaman yang layak, mengeluarkan pendapat, berserikat dan
berkumpul, bergaul dan bersahabat, serta kegiatan lain yang biasa dilakukan
oleh orang yang tidak terinfeksi HIV tanpa harus ada tindakan
diskriminasi dari beberapa pihak. Betapa sedihnya mereka saat harus meghadapi
hujatan dan cemohan dari luar yang tentu belum tahu jelas bagaimana mereka
sebenarnya. Rasanya sudah cukup mereka mendapat beban hidup seperti itu,
merasakan bagaimana setiap hari harus meminum obat secara rutin dan tepat
waktu, dikucilkan, dianggap remeh, dan dianggap sudah tidak bisa berbuat
apa-apa lagi. Mungkin saat ini bentuk diskriminasi demikian kita buang
jauh-jauh. Mari kita rangkul sahabat-sahabat ODHA, jangan pernah takut bermain
bersama mereka, memakan/minum sisa mereka, tidur seatap, bahkan bersalaman
sekalipun. Karena secara tidak langsung hal kecil demikian dapat membangkitkan
kembali semangat hidup mereka.
Teringat
jelas ada satu statement dari sahabat ODHA berkata:
“Kita sama-sama manusia kok,
yang membedakan hanya kami mempunyai virus di dalam tubuh sedangkan kalian
tidak! Hanya sebatas itu. Jadi jangan jauhi kami, jangan kucilkan kami, jangan rendahkan
kami"
Sudah cukup kami menerima musibah semacam ini, dan jangan menambah beban
kami. Cukup untuk mau bergaul bersama kami saja, itu adalah obat yang paling
ampuh buat kami untuk membangkitkan semangat hidup kembali! Intinya adalah jauhi
penyakitnya jangan jauhi orangnya! Dan semoga kisah tadi dapat menjadi
inspirasi buat kita semua. So, Stop
discrimination against people living with HIV/AIDS!