Selasa, 26 November 2013

Cerpen: Bukan Salah Jarak #LDR

“BUKAN SALAH JARAK”
Pagi-pagi buta Aku terbangun! Hari ini Aku beserta Ayah dan Ibu mengantar kepulangan Kak Indra di Bandara. Libur musim dingin kini memang telah berakhir, itulah saatnya Kak Indra harus balik ke London, Inggris untuk meneruskan studi semester selanjutnya.
            “Pak, Aku kesana dulu yah!” Kataku izin kepada Ayah
            “Iya, jangan lama-lama Riska!” Jawab Ayah memberi tahu.
            Lumayan lama berjalan-jalan di sekitar bandara, hingga membuat perutku demo untuk minta segera diisi. Hingga aku memilih salah satu tempat makan yang ada di bandara. Nafasku tehenti, jantungku sedikit berdebar saat melihat hampir semua meja terisi. Tanpa fikir panjang, Aku segera memesan makanan  dan mencari meja yang  masih kosong. Untunglah, di sudut kiri Aku mendapatkan meja yang tak berpenghuni sama sekali. Sepuluh  menit berlalu, makanan yang Aku pesan belum juga tampak terlihat. Sambil menunggu,  Aku hanya terus terpaku memainkan gadget yang terbawa. Belum juga makanan pesananku tiba, Aku malah mendapatkan dua pria yang seumuran denganku menghampiri meja yang masih tersisakan bangku. Memang tampak tak ada pilihan, jadilah dua orang pria tak kukenal itu makan satu meja bersamaku. Melihat situasi yang sedikit canggung ini, salah seorang pria itu mencoba memulai percakapan.
            “Halo, dari mana?”
            “Oh , tinggal di sini kok. Cuman mau antar kakak saja balik ke London,Inggris” Aku mencoba tersenyum meski terlihat sedikit canggung.
            “Oh ke London ? Pesawatnya berangkat jam berapa?” Cowok asing itu kembali bertanya mencoba mencairkan suasana.
            “Sebentar lagi kok, kalau nggak ada penundaan berangkat jam sepuluh” Aku membalas sambil mencoba menyantap makanan yang baru saja dibawakan.
            Akhirnya setelah melakukan obrolan cukup lama, Aku kini mengenal identitas mereka. Namanya Adit, pria yang mengawali pembicaraan tadi. Sedangkan yang satu bernama Putra, pria yang tidak terlalu banyak bicara sedari tadi hanya sibuk memainkan smartphone miliknya, meski terlihat sesekali melemparkan senyuman. Keduanya tampak baik dan ramah meski baru pertama kali saling mengenal. Sesekali Aku ketawa akan obrolan kecil yang terjadi. Aku sempat terkejut, pada saat itu juga Aku baru mengetahui jika keduanya berdomisili di kota yang sama denganku. Adit sempat berkata, jika kedatangannya ke bandara lantaran hanya mengantarkan Putra sahabat karibnya yang kini akan melanjutkan kuliah di salah satu perguruan tinggi di China.
Pertemuan yang singkat namun punya kesan tersendiri di dalam hati, membuatku senyum sendiri mengingat peristiwa ini. Namun komunikasi kami tak sampai disini, karena saat mau meninggalkan meja makan Adit mencoba meminta nomor handphone milikku untuk bisa melanjutkan obrolan yang sempat terhenti.
Kini, komunikasi bersama Adit sering terjadi meski hanya melalui sms saja. Tak ada rasa canggung lagi untuk berkomunikasi, bahkan tak sering kami saling memberi masukan mengenai pilihan kami memilih jurusan di perguruan tinggi. Adit sendiri berencana mengambil jurusan hukum UI dan UGM sebagai cadangan. Sedangkan jurusan Komunikasi UI adalah pilihanku. Tak sering akhirnya kami ketemu di suatu tempat makan untuk saling bertukar fikiran mengenai jurusan yang hendak kami capai.
            Waktu terus berjalan. Perkenalanku bersama Adit kini terhitung satu bulan lebih. Dimataku, Adit orang yang baik, pintar, sopan dan satu hal yang paling membuatku kagum adalah kesederhanaan. Tak pernah terfikir jika seorang Adit ternyata berasal dari keluarga yang mapan. Ayah Adit adalah seorang pengusaha mobil yang cukup terkenal. Kesederhaan itu membuatku bangga.
Waktu terus berjalan. Intensitas komunikasi membuatku semakin dekat. Sangat dekat! Bahkan tak ada lagi hal-hal yang ditutupi. Mulai dari keluarga hingga teman-teman akrabnya kini Aku ketahui. Bahkan yang paling tak pernah terduga ternyata Adit adalah korban broken home. Ayah dan Ibunya sudah lama bercerai, Adit sejak kecil sudah menjadi saksi pertengkaran kedua orang yang dulu pernah mencinta. Dan kini Adit hanya tinggal bersama sang Ayah dan beberapa sanak saudara dari sang Ayah.
            Hingga satu minggu sebelum tes tertulis masuk perguruan tinggi, Aku mendapatkan ajakan makan malam dari Adit berdua. Aku menganggap bahwa ini hanya makan malam seperti ajakan sebelumnya. Tapi aku salah, Adit malam itu mengungkapkan rasa sukanya kepadaku.
            “Tidak usah bercanda Dit, nggak lucu!” Teringat jelas jawabanku saat itu, Aku tahu Adit tipe orang yang suka bercanda.
            Hingga saat itu, Aku berfikir jika semua itu hanya candaan semata! Tapi Aku salah besar, Aku melihat rona mata Adit yang mengatakan jika dia memang jujur. Aku tak bisa berkata, Aku juga sudah sangat nyaman disamping dia. Aku dan Adit sudah begitu tau karakter satu sama lain. Hingga saat itu kini Aku menyandang gelar sebagai kekasih Adit! Hatiku sangat berbunga-bunga. Tapi belum juga menikmati kebersamaan manis bersama Adit, kini hubungan kami diuji. Adit ternyata harus melajutkan studinya di Bandung lantaran tak lulus di Jakarta. Sedangkan Aku tetap tinggal di Jakarta karena berhasil lolos seleksi tulis. Baru sebulan menjalin hubungan manis ini, kenyataan pahit itu harus kami lalui. Menjalani hubungan jarak jauh. Jarak antara Jakarta-Bandung memang tidak terbilang jauh, tapi itu akan secara otomatis membuat intensitas pertemuan kami berkurang. Bahkan hanya bisa dihitung jari dalam setahun. Sempat beberapa dari teman Aku mengatakan jika LDR hanyalah hubungan yang tidak serius dan menyarankan untuk mengakhirinya saja. Namun  Aku  dan Adit mencoba menjalani semua apa adanya, meski sangat berat untuk dilalui.
Hari demi hari, bulan demi bulan kami coba jalani. Kecemasan , ketakutan , rasa rindu yang mendalam sudah menjadi teman baikku. Apalagi Adit yang terkenal supel dan gampang akrab sama banyak orang membuatku semakin cemas, namun satu hal kepercayaan membuatku bertahan hingga saat ini. Perjalanan yang tidak mudah, namun Aku menikmati semuanya bersama Adit.  Untunglah, teknologi sekarang semakin canggih. Dengan bantuan  Blackberry, komunikasi kami tak pernah putus. Dari SMS, telepon, saling mengirim foto aktivitas sehari-hari, yang tujuannya  bukan  untuk memantau namun membuat kami merasa lebih dekat dan tak berjarak. Karena Aku tahu, Adit bukan tipe orang yang posesif. Yang segala aktivitas keseharianku harus dilaporkan ke dia terlebih dahulu. Kami mencoba menjalani hubungan ini dengan santai, tapi tetap dalam prinsip yang sama. Saling percaya dan setia. Bahkan Aku sering menyampaikan ke Adit, jika tiba-tiba dia menemukan sosok yang baru disana yang dianggap lebih baik, jangan pernah ragu untuk mengatakan kepadaku. Itu lebih baik, daripada Aku terus memegang kepercayaan yang ternyata di salah gunakan.
Sempat suatu hari Adit mengutarakan kejenuhan akan hubungan ini, Aku tak tau apakah itu benar-benar kejenuhan yang dirasakan atau hanya sekedar alasan semata karena mungkin sudah mendapatkan sosok yang baru. Fikirku demikian! Namun Aku juga tahu, kejenuhan hadir bukan karena tanpa alasan.
Masih teringat jelas dibenakku kata-kata yang sempat di ucapkan Adit kepadaku sehari hubungan LDR ini kami jalani.
            “Aku sebenarnya sangat tidak bisa menjalani hubungan jarak jauh ini. Apalagi harus berpisah lama sama kamu! Bagiku sudah cukup harus terpisahkan sama orang yang melahirkanku ke dunia ini, Aku sudah kehilangan kasih sayang dari kecil yang semestinya diberikan. Dan Aku tidak mau hal itu terjadi lagi! Kehilangan kasih sayang dari dirimu. Orang yang aku sayangi saat ini!”
            Mataku berkaca-kaca saat kata demi kata itu terlontar. Aku tahu, Adit memang butuh seorang wanita pengganti sang Ibu yang bisa memberikan kasih sayang lebih. Apalagi sejak beranjak dewasa Adit sudah tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian itu lagi, lantaran sang Ibu memilih menikah dengan pria lain. Dan sejak saat itulah komunikasi antara mereka terputus.
            Hubungan yang kami jalani memang sempat renggang, tapi kami mencoba menghapus kejenuhan yang tiba-tiba hadir tanpa mengenal waktu. Rasa cinta yang besar membuat kami mampu melewati lika-liku perjalanan hubungan ini. Beberapa kali Adit juga sudah berusaha untuk pulang menghampiri, tapi beberapa kali juga hal itu tidak terwujud, lantaran kesibukan kuliah yang tak bisa ditinggalkan.
            Kurang sebulan usia hubungan kami menginjak setahun. Dan baru sekali itulah Aku bertemu dengan Adit selama menjalani hubungan ini. Tanpa sepengetahuan diriku, Adit berangkat dari Bandung ke Jakarta bersama teman akrabnya setelah kuliah baru saja berakhir. Hari itu benar-benar spesial, sangat spesial buatku. Adit memang sempat menanyakan keberadaanku saat dia baru saja tiba di Jakarta. Namun tak ada firasat sama sekali akan hal ini. Hal yang tak pernah Aku lupakan, momen paling mengesankan dalam perjalanan hubungan kami. Tampak dari kejauhan di sekitar parkiran, Adit memasuki Restoran yang Aku tempati makan malam bersama sahabat-sahabat karibku, dengan membawa sebuah kue tar tampak diatas kedua tangannya. Sebuah kue tar berwarna biru, dengan paduan beberapa lilin yang terlihat menyala terang! Ini membuatku sangat terkejut. Tak pernah Aku berfikir Adit menyempatkan hadir di hari spesial penambahan umurku ini. Dia mengorbankan waktunya untuk hadir menemuiku memberikan ucapan dan doa secara langsung. Aku betul-betul sangat terkejut! Beberapa kali Aku menutup mulut dengan tangan tanda tak percaya. Bahkan Aku sempat tak bisa berkata apapun saat Adit kini berada pas di hadapanku membawa kue tar yang ternyata baru dibelinya setiba di Jakarta. Mataku berkaca-kaca, tersenyum manis membalas semua senyuman yang diberikan Adit. Bahkan rasanya ingin sekali memeluk erat Adit pada saat itu, hanya saja Aku malu dan tak enak dengan teman yang hadir.
            “Hai, happy birthday ya! Maaf tidak ngabarin kamu!” Kata Adit di hadapanku sambil tersenyum manis.
            Aku hanya membalas balik dengan senyuman. Aku tentunya tak marah, karena bagaimana juga Adit sudah menyempatkan untuk hadir menemuiku memberikan ucapan secara langsung. Jadilah pertemuan ini kami manfaatkan sebaik-baiknya, Adit berbaur bersama dengan teman-temanku yang hadir menjadi momen terindah dan tak terlupakan dalam perjalanan hubungan ini. Kami tak henti-hentinya bercengkrama ria, saling menatap dalam pandangan satu sama lain, menikmati kebersamaan yang jarang tercipta. Tak ingin rasanya malam indah ini cepat berlalu. Aku benar-benar memanfaatkan waktu yang ada, lantaran Adit dan temannya harus balik ke Bandung malam itu juga, jadwal kuliah pagi untuk besok tak bisa ditinggalkan. Meskipun begitu, Aku sudah sangat bahagia, mendapatkan kejutan tak terduga ini. Begitulah kami mencoba memberi warna pada hubungan kami, memberi kejutan-kejutan kecil pada setiap momen-momen spesial. Hingga hampir setahun hubungan kami terus berjalan. Masih teringat jelas masa-masa perjuangan kami untuk masuk ke perguruan tinggi pilihan masing-masing. Meski, saat itu Adit gagal masuk ke universitas pilihan pertamanya. Keinginan Adit mengambil jurusan hukum di Universitas Terbaik Indonesia itu sangat tinggi, bahkan dia sempat mengutarakan niatnya untuk mengikuti tes kembali. Aku bahkan sangat menyambut baik keinginan Adit, dengan begitu Aku juga merasa tidak perlu lagi menjalin hubungan jarak jauh. Aku bahkan tak henti-henti terus memberi semangat agar kelak Adit bisa tembus di universitas impiannya. Tak sering Aku mengingatkan untuk meluangkan waktu kosong, dengan belajar latihan soal-soal tahun lalu, menyempatkan memberi informasi tentang konsep tes tertulis yang dicanangkan pemerintah hingga mencoba tak menghubungi Adit saat dia fokus belajar. Semua Aku lakukan agar Adit bisa meraih apa yang di inginkan dan Aku tak perlu harus jauh lagi dengan Adit, sesuai keinginanku juga selama ini.
            Libur akhir semester kini datang, waktu kurang lebih sebulan dimanfaatkan Adit kembali ke Jakarta. Aku begitu sangat antusias menyambut ini, bagaimana tidak kami bisa meluangkan banyak waktu untuk bertemu setelah berbulan-bulan harus menahan rasa rindu yang besar. Tapi harapan akan hal itu tampak salah, Aku baru sadar Adit kini tak punya banyak waktu untuk terus menerus menghabisi waktu luangnya bersamaku. Dia sedang sibuk mengurusi perguruan tinggi impiannya. Meski, kadang Adit masih sempat mengajakku sesekali keluar bersama. Kali ini Aku harus mengerti akan hal itu, Aku juga tak mau melihat Adit gagal lagi untuk kedua kalinya. Sangat tidak ingin!
            Saat kurang seminggu hubungan kami genap setahun, Aku merasakan keganjilan. Aku merasakan hubunganku bersama Adit kian renggang, kesibukan Adit yang begitu banyak menjadi pemicu. Sering kali Aku mencoba menguhubungi Adit, namun sering kali juga tak ada balasan dan respon dari dia. Aku mencoba menenangkan hati, harus menyadari jika Adit benar-benar ingin fokus mengurusi pendidikannya. Sempat sekali dia merespon panggilan telfon dariku saat Aku sudah mulai terlihat kesal sama dia. Adit mengatakan jika dia memang hanya benar-benar sibuk untuk fokus belajar, dan tak tak usah memikirkan hal yang tidak-tidak.
            Aku cukup lega mendengar hal itu, Aku cuma harus bersabar sejenak dahulu membiarkan Adit untuk fokus belajar. Tapi belum juga kelegahan itu hadir, Aku seakan mendapat durian runtuh. Tepat setahun di hari jadi kami, Adit menelfonku memberikan ucapan selamat atas setahun hari jadi kami. Tak ada acara spesial dan makan malam sekalipun! Jangankan makan malam bersama, untuk bertemu saja begitu sulit. Aku tak begitu paham dengan kesibukan yang begitu besar dijalani oleh Adit! Namun, ketidak pahamanku terjawab sudah saat itu juga.! Aku terdiam. Tak bisa berkata apapun. Mulutku seakan terkunci kuat, tak dibiarkan untuk berbicara sedikitpun. Jujur, Aku begitu senang mendapat kabar baik ini, tapi di sisi lain Aku tak bisa membohongi diri sendiri jika ada rasa sedih yang mucul dari diriku.
            “Pengumuman hasil tes Aku sudah keluar dua hari yang lalu. Dan Alhamdulillah Aku dinyatakan lulus jurusan hukum dan siap menjadi mahasiswa baru lagi” Adit menyampaikan kabar gembira itu dengan tampak suara yang datar
            “Alhamdulillah. Selamat Dit, kalau begitu….”
            “Tapi bukan di sini Ris, Aku ikut seleksi di Universitas Xiamen di China. Tempat Indra kuliah. Maaf kalau Aku tidak memberitahukan, itu karena Aku tak ingin kamu sibuk memikirkan hal ini” Tiba-tiba saja Adit memotong pembicaraanku, dan mengatakan semu hal tentang alasan kesibukannya selama ini.
            Aku betul-betul tak bisa berkata apapun. Tak tahu harus merespon apa. Kabar gembira kelulusan Adit itu di sampaikan tepat di hari jadi kami setahun. Dan tepat tiga hari sebelum keberangkatan Adit ke China. Aku senang keinginan Adit bisa terwujud bahkan melampaui hal yang diharapkannya. Tapi rasa sedih mendalam tak bisa ditutupi, Aku berfikir bukankah ini akan menandakan Aku harus menjalin hubungan jarak jauh lagi? Sejujurnya Aku tak mau ini terjadi, apalagi jarak Indonesia-China terbilang sangat jauh.
            Dua hari sebelum keberangkatan ke China, Adit mengajakku menghabiskan waktu berdua. Memuaskan diri bercengkrama bersama meski ada rasa tak ikhlas bergejolak di hati melewati hari-hari terakhir. Saat itu juga Adit memintaku mengantarnya ke bandara bersama salah satu temannya untuk melepas kepergian dirinya ke China. Aku tentu tak menolak, Aku bahkan sangat senang jika ikut melepas kepergian Adit. Hari yang sebenarnya tak Aku harapkan, Aku tiba di bandara bersama salah satu teman Adit, yang teman Aku juga. Hari yang benar-benar tak pernah Aku bayangkan! Harus terpisah bersama Adit lagi.
            Sejak tiba di bandara, Aku betul-betul tak bisa bersembunyi dari rasa sedih ini. Berusaha menutupi, namun Adit tahu apa yang Aku rasakan sekarang. Dan untuk menghilangkan rasa kesedihan, Adit mengajak Aku bersama teman kami yang juga ikut hadir untuk pergi makan bersama sambil menunggu jadwal pemberangkatan. Kami memasuki di tempat makan yang satu tahun lalu menjadi saksi pertemuan kami pertama kali. Aku baru tersadar, dan mengingat kembali pertemuan indah itu. Ternyata, itu alasan kenapa Adit meminta makan di tempat ini. Untuk mengingatkan kembali momen indah pertama kali kami saling mengenal. Kami bertiga menikmati makan bersama, mencoba menghilangkan rasa sedih yang ada. Tapi belum juga rasa sedih ku hilang. Adit mengungkapkan sesuatu yang tak pernah Aku fikirkan.
            “Ris, terimah kasih sudah mau datang mengantarkan! Terimah kasih juga sudah mau menjadi partner terbaik ku selama setahun ini. Pokoknya terimah kasih atas semua yang telah kamu berikan” Adit mengungkapan sambil meletakkan tangannya diatas tanganku saat makan bersama usai dengan wajah tampak tersenyum.
            Aku hanya mengangguk sambil membalas senyum Adit.
            “Tapi maaf Ris, sepertinya saat ini kita tidak usah melanjutkan hubungan ini lagi. Sangat tidak mudah buat Aku menjalani suatu hubungan dengan jarak jauh. Sudah cukup Aku merasakan hubungan jarak jauh dulu, dan Aku benar-benar sudah tidak mampu jika harus menjalani LDR lagi. Keputusan ini sudah aku fikirkan secara matang.  Lebih baik kita berakhir seperti ini daripada nantinya harus berakhir tidak baik. Aku tetap sayang kamu Ris!” Adit mengungkapkan dengan nada berbata-bata.
            Sekali lagi aku hanya terdiam! Mataku berkaca-kaca harus mendengar ungkapan Adit yang meminta mengakhiri hubungan ini. Aku betul-betul tak kuat, tak sanggup menerima kenyataan pahit ini. Aku bahkan tak berani menatap wajah Adit, berusaha menyembunyikan rasa sedih yang mendalam. Bahkan air mata yang sedari tadi coba aku tahan, tak bisa ditahan lagi. Aku kini menangis di depan Adit dan dilihat oleh beberapa pengunjung yang juga berada didalam tempat makan itu. Tempat makan di bandara ini betul-betul menjadi saksi perjalan Aku dan Adit. Menjadi saksi saat Aku bertemu pertama kali dan menjadi saksi kedua kalinya saat hubungan kami berakhir.

            Aku tak habis fikir kenapa dua insan yang masih menyimpan rasa harus berakhir seperti ini. Harus berakhir hanya karena adanya jarak yang tiba-tiba masuk kedalam hubungan kami. Tapi, Aku juga tidak bisa terus menerus menyalahkan jarak yang hadir. Aku percaya jarak tak pernah salah, Aku percaya jarak tak mampu mebuat cinta musnah, Aku percaya jarak tak pernah jahat, dan Aku makin percaya jarak justru mendidik dua insan menjadi pasangan yang lebih hebat! Hanya saja kali ini jarak tak berpihak kepada kami.
Writer :@nurulfitrahh

6 komentar:

Krz mengatakan...

bikkin terharu ;(

Unknown mengatakan...

ehmmm CCW binggoww

Unknown mengatakan...

Alhamdulillah, thanks:)

Unknown mengatakan...

Ngena' bangget,. Crita.a ba'

Unknown mengatakan...

keren

Unknown mengatakan...

Bikin nangis 😢